Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Post kali ini adalah sedikit unek-unek yang pernah sempat aku post di akun instagram. Tepat saat itu (sekitar beberapa bulan yang lalu), aku post saat aku sedang melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Pekerjaan Umum Negeri Bandung. Terlintas di pikiranku untuk share unek-unek yang pernah terbersit selama sekolah dulu dan semakin sedikit miris melihat manusia pemalas yang semakin terbuai dengan canggihnya teknologi.
Mereka malas membaca atau mencari tahu kebenaran dari berita atau kabar yang mereka dapatkan. Seakan mereka sama sekali tidak bisa menyaring apa-apa yang mereka dapatkan. Bahkan di zaman yang serba canggih ini mereka malas menggali ilmu yang mereka butuhkan.
Hal ini pun terjadi salah satunya dalam dunia pendidikan. Di mana rasa malas menjadikan para pelajar lebih senang mencontek daripada berusaha sendiri terlebih dahulu. Tampak dengan jelas kejujuran semakin hilang dalam benak para manusia pemalas. Mereka lebih mementingkan pujian daripada mempertahankan kebaikan.
Lihat saja, bagaimana cara cepat seperti mencontek dianggap sebagai 'budaya' yang sulit dihilangkan. Bahkan hal itu dilakukan oleh mereka yang kapasitas berfikirnya mampu berusaha sendiri untuk nilai yang lebih tinggi. Hanya demi nilai ulangan bagus, mereka meninggalkan nilai kejujuran.
Dulu waktu aku pernah sempat ikut lomba poster sebagai kontingen Kota Cimahi di GALAKSI Jawa Barat 2010; sahabat SMP-ku (Binar) memberiku kalimat slogan untuk karya posterku yang berisi pesan tentang karakter yang harus dimiliki manusia seharusnya. "Carilah prestasi, bukan reputasi". Ya. Manusia digital terlalu mementingkan eksistensi diri daripada evaluasi diri.
(๑• . •๑)
Repost from my instagram's post (@fitriadz):
Kejahatan diri sendiri itulah yang membuat dirinya terbelenggu untuk tidak mengembangkan diri. Tidak bisa mengusahakan hal baru. Tidak mau memperjuangkan hal sulit.
Imam Syafi'i pernah berkata: "Jika kamu tidak tahan lelahnya belajar, maka kamu harus merasakan pedihnya kebodohan."
Bagi kalian kelahiran tahun 90-an, pasti masih ingat dengan peribahasa "Sukses bagi Si Rajin" yang tertera di sampul buku warna coklat. Yap. Pintar memang mudah bagi si sukses, tapi sukses tetaplah milik si rajin.
Tetap rendah hatilah saat kau merasa pintar. Karena orang pintar dan rajin akan kalah dengan yang beretika. #FR @irfanrei
Hanya orang yang benar berilmu dan beriman yang akan mengamalkan ilmu dan imannya dalam amalan hariannya.
Salam pelajar! Semangat jadi pemuda produktif yang menebar lingkungan dengan hal positif. Aamiin. Barakallaah.
Post kali ini adalah sedikit unek-unek yang pernah sempat aku post di akun instagram. Tepat saat itu (sekitar beberapa bulan yang lalu), aku post saat aku sedang melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Pekerjaan Umum Negeri Bandung. Terlintas di pikiranku untuk share unek-unek yang pernah terbersit selama sekolah dulu dan semakin sedikit miris melihat manusia pemalas yang semakin terbuai dengan canggihnya teknologi.
Mereka malas membaca atau mencari tahu kebenaran dari berita atau kabar yang mereka dapatkan. Seakan mereka sama sekali tidak bisa menyaring apa-apa yang mereka dapatkan. Bahkan di zaman yang serba canggih ini mereka malas menggali ilmu yang mereka butuhkan.
Hal ini pun terjadi salah satunya dalam dunia pendidikan. Di mana rasa malas menjadikan para pelajar lebih senang mencontek daripada berusaha sendiri terlebih dahulu. Tampak dengan jelas kejujuran semakin hilang dalam benak para manusia pemalas. Mereka lebih mementingkan pujian daripada mempertahankan kebaikan.
Lihat saja, bagaimana cara cepat seperti mencontek dianggap sebagai 'budaya' yang sulit dihilangkan. Bahkan hal itu dilakukan oleh mereka yang kapasitas berfikirnya mampu berusaha sendiri untuk nilai yang lebih tinggi. Hanya demi nilai ulangan bagus, mereka meninggalkan nilai kejujuran.
Dulu waktu aku pernah sempat ikut lomba poster sebagai kontingen Kota Cimahi di GALAKSI Jawa Barat 2010; sahabat SMP-ku (Binar) memberiku kalimat slogan untuk karya posterku yang berisi pesan tentang karakter yang harus dimiliki manusia seharusnya. "Carilah prestasi, bukan reputasi". Ya. Manusia digital terlalu mementingkan eksistensi diri daripada evaluasi diri.
(๑• . •๑)
Repost from my instagram's post (@fitriadz):
[me an authortecture 12]
Salah satu kejahatan kepada diri sendiri yang dilakukan oleh seorang terpelajar adalah menyalin kemudian menyunting (edit) tulisan atau karya orang lain dengan sengaja karena tanpa sadar menginginkan kemudahan yang praktis.Kejahatan diri sendiri itulah yang membuat dirinya terbelenggu untuk tidak mengembangkan diri. Tidak bisa mengusahakan hal baru. Tidak mau memperjuangkan hal sulit.
Imam Syafi'i pernah berkata: "Jika kamu tidak tahan lelahnya belajar, maka kamu harus merasakan pedihnya kebodohan."
Bagi kalian kelahiran tahun 90-an, pasti masih ingat dengan peribahasa "Sukses bagi Si Rajin" yang tertera di sampul buku warna coklat. Yap. Pintar memang mudah bagi si sukses, tapi sukses tetaplah milik si rajin.
Tetap rendah hatilah saat kau merasa pintar. Karena orang pintar dan rajin akan kalah dengan yang beretika. #FR @irfanrei
Hanya orang yang benar berilmu dan beriman yang akan mengamalkan ilmu dan imannya dalam amalan hariannya.
Salam pelajar! Semangat jadi pemuda produktif yang menebar lingkungan dengan hal positif. Aamiin. Barakallaah.
Komentar
Posting Komentar